Blind
Sonar berguna untuk mendeteksi keberadaan suatu benda atau halangan pada saat
berjalan. Prinsip kerjanya dibuat mengadopsi kelelawar yang mampu mendeteksi
keberadaan suatu benda dalam dalam gelap. Alat ini bekerja dengan cara
mengeluarkan suara ultrasonik yang pantulannya akan kembali ditangkap oleh
sensor.
Sensor tersebut nantinya akan bergetar jika berada dekat dengan barang
atau orang dalam jarak sekitar satu meter. Kemampuan tersebut akan bermanfaat
besar bagi penderita tunanetra. Maklum, empat orang mahasiswa Jurusan Teknik
Elektro Universitas Gajah Mada (UGM) yang bernama Apri Setiawan, Indra Darmawan
Budi, Sugiarto, dan Anam Bahrul Ulum yang menciptakan Blind Sonar memang
mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa untuk bidang pengabdian masyarakat.
Alat ini memiliki 5 komponen dasar yaitu sensor utama, mikro prosesor, motor
getar, baterai, dan alat charger baterai. Biaya produksi untuk membuat satu
buah Blind Sonar hampir mencapai Rp 2 juta. Namun, mereka berjanji akan menekan
biaya produksi jika Blind Sonar akan diproduksi massal.
Sementara itu, karena
saat ini bentuknya masih agak besar dan terlihat seperti senter, mereka juga
berencana untuk menyempurnakan model dan bentuknya. “Ke depan, pengembangannya
bisa lebih sederhana dan praktis. Seperti handphone misalnya,” ujar Apri,
seperti dikutip dari situs resmi UGM, Minggu (8/7). Blind Sonar telah diuji
coba. Hasilnya, para penderita tunanetra di Yayasan Mardi Wuto RS Mata dr.Yap
merasa sangat terbantu. Mereka juga memberikan apresiasi terhadap karya anak
bangsa tersebut. Karya yang sederhana, namun sangat berguna.